Senin, 30 Januari 2012

Akhir dari Catatan Kelam




Akhir dari Catatan Kelam
Di pojok ruangan yang terdominasi warna putih itu aku sedang duduk bersila sambil bersandar di tembok. Bau obat, infus dan lantai yang baru saja dipel bercampur menjadi satu. Sambil melihat sesosok tubuh sahabatku yang terbaring lemah diatas tempat tidur khas rumah sakit. Tubuhya yang kekar itu sekarang harus dipasang berbagai barang-barang aneh. Dari kabel yang tertempel di dada, selang yang mengalirkan cairan infus dan yang mengalirkan oksigen, masker yang sepertinya agak miring berada menutupi hidung dan mulutnya. Dalam hati aku berguman “Apakah seperti itu nasib orang yang terkena penyakit jantung ? Harus dipasang benda-benda aneh yang menurutku hanya robot atau komputer yang ditelanjangi atau mungkin motor yang diterondoli bodinya sehingga terlihat kabel-kabel jaringan elektroniknya”. Sesekali aku bersyukur bukan aku yang berada ditempat itu, namun seringkali aku merenung kenapa dia yang harus berada di ranjang pesakit itu.
Ditengah lamunanku di pojok kamar yang bernama “Al - Jazary” itu, tiba-tiba seorang ibu yang tidak lain adalah ibu dari sahabatku itu memutus lamunanku. Dia mendatangiku dan bertanya, “Nak, kamu tau kenapa tante memilih kamar ini?”. Aku terdiam sejenak, kemudian teringat bahwa dia adalah penggemar berat Al -Jazary,  seorang ilmuan islam pertama yang mampu membuat robot mekanik. Langsung saja aku menjawab “Iya tante, saya tau. Dia pernah bercerita kepada saya bahwa Al-Jazary adalah tokoh idolanya disamping tante dan suami tante”. Kemudian ibu itu mengangguk. “Rupanya kau memang sahabanya” jawabnya dengan suara agak parau. Sejak dua hari yang lalu aku menginap dirumah sakit ini, aku hanya sekali melihatnya tidur. Mungin dia tidur saat aku juga tidur, atau tidur ketika aku sedang berada disekolah, aku kurang tau. Selain itu aku juga memaklumi, sahabatku yang sekarang sedang tergoek lemah itu adalah anak terakhirnya. Jadi wajar kalau dia sangat menghawatirkannya.
Kemudian dari balik badannya dia mengeluarkan sebuah buku berwarna hitam kelam, bertuliskan “Agenda Exclusive” dengan warna emas.
“Nak, terimalah ini” kata ibu itu dengan nada keibuannya. Aku tidak paham apa maksudnya. Apakah, itu catatan keuangan keluarga? Ataukah agenda kegiatan sahabatku itu? Ah, aku terlalu banyak menebak. Langsung saja kuterima buku itu.
“Tante, buku apa ini? Kenapa diberikan kepada saya?” tanyaku penuh penasaran.
“Tante juga tidak tau, Saiful menyuruh tante memberikannya untukmu saat dia mendapat serangan jantung di kamarnya. Dia menyuruh tante memberikan ini kepadamu jika dia sudah harus meninggalkan kita semua” katanya dengan mata yang berkaca-kaca. Tak dapat kupungkiri, tenggorokanku pun terasa penuh seperti ikut bersedih.
“Bacalah itu, begitulah pesannya sebelum dia tidak sadarkan diri” katanya sambil berlalu keluar dari kamar untuk menebus resep ke apotik.
Sejenak kupandangi buku itu. Kubolak-balik tapi belum aku buka. Tidak ada yang aneh dengan sampul luarnya. Kemudian aku buka dari depan. Seperti kebanyakan agenda, halaman awal dipenuhi dengan nomor-nomor telepon penting, kalender, waktu dunia, dan segala hal yang berhubungan dengan keagendaan. Kulalui saja bagian ini. Hanya kulihat sekilas namun tidak kubaca. Lalu sampailah aku pada halaman yang berjudul “100 IMPIANKU”. Sekarang aku paham buku apa ini, ini adalah buku hariannya. Lalu kuteliti satu persatu impiannya. Mulai dari impian pertamanya yaitu dia ingin memiliki sebuah usaha jamur. Lalu kubaca selanjutnya, dan selanjutnya dan selanjutnya sampai aku pada impian nomor 14 yang membuatku tertarik. Di nomor 14 dia menulis “Mendapatkan hati Putri”. Ah, dasar anak muda. Lalu aku mencoba mencari impian yang mungkin berhubungan dengan nama Putri. Ya, ketemu. Tepat di nomor 20 bertuliskan “Sekali saja makan bersama Putri”. Hatiku sedikit tergelitik membacanya. Namun kumaklumi karena sering dia bercerita kepadaku bahwa dia sangat terpesona dengan Putri. Teman sekelas kami yang ditaksirnya sejak beberapa bulan yang lalu. Kemudian kutelusuri lagi. Mataku terhenti di impian nomor 34 yang tertulis “Mampu mempertahankan perasaan kepada Putri setidaknya sampai lulus SMA”. Sepertinya dia memang benar-benar menginginkan gadis itu untuk menjadi kekasihnya.
Penelusuran kulanjutkan, namun berhenti pada nomor 56. Rupanya dia belum menemukan ke-44 impiannya yang lain. Lalu aku melanjutkan membuka halaman selanjutnya.
“Nah, ini mungkin isi utama dari buku ini” kataku dalam hati.
Pada halaman itu tertulis tanggal 11 Agustus 2010
11 Agustus 2010
“Untuk pertama kalinya aku menulis diary. Biarlah disebut kemayu. Malam ini tadi untuk pertama kalinya aku menemani seorang gadis untuk pulang. Namanya Putri, teman sekelasku. Maklum, acara syukuran wakil walikota itu selesei malam sekali. Sehingga dia menyuruhku untuk menemaninya dengan membuntutinya. Awalnya pengen nganter dia sampai ke rumahnya. Bukan karena aku suka lho, tetapi akrena khawatir saja. Tapi kuurungkan niatku karena aku takut nantinya terjadi sesuatu yang tidak didinginkan”
Lalu kubuka halaman selanjutnya
12 Agustus 2010
“Sebel banget sama Putri. Masih pagi udah bikin ulah. Sudah jelas dia yang menumpahkan air mineral ke buku pekerjaanku. Eh, masih gak mau ngaku salah. Dasar cewek.”
Aku sedikit tertawa, lalu kulanjutkan membaca.
13 Agustus 2010
“Ah, tidak ada yang istimewa dengan hari ini. Ofan tetap dengan jambulnya, Nanta yang masih asik dengan pacarnya, Putri yang masih pakai parfum berlebihan, tugas sekolah, tidak ada yag istimewa.
Pada halaman selanjutnya, agak sedikit berbeda. Rupanya dia tidak setiap hari menulis di buku harian ini.
22 Agustus 2010
“Ah, aku semakin tidak suka dengan anak itu. Benar dia pake jilbab, tapi parfumnya itu lho yang gak pas banget sama penampilannya. Jujur, aku gak suka banget sama cewek yang terlalu harum”
Lalu pada halaman selanjutnya, dia menulis hal-hal yang biasa saja. Tidak ada hubungannya dengan Putri. Hanya hal-hal tentang perasaannya hari itu.
“Kreek” tiba-tiba pintu kamar terbuka. Aku menoleh, “Oh, ternyata tante” kataku ketika melihat ibu sahabatku itu. Dia hanya mengangguk tersenyum. Wajahnya sedikit lebih murung. Aku tidak berani bertanya apa-apa. Lalu kulanjutkan membaca. Satu per satu halaman kubaca lagi.
“Nak, tolong jagain Saiful ya. Tante mau pulang sebentar mengambil keperluan rumah sakit dan baju”. Kata ibu itu kepadaku saat aku sedang konsentrasi membaca.
“Oh, iya tante. Nanti kalau ada apa-apa saya akan langsung menghubungi tante” jawabku sambil menatapnya.
“Assalamuaalaikum” ucap ibu itu.
“Waalaikum salam” jawabku.
Kemudian ibu itu keluar dari kamar dan aku melanjutkan membaca. Sampailah mataku pada halaman yang sedikit menarik.

25 september 2010
“Putri. Eh, apakah dia cantik? Sepertinya aku mulai menyukainya. Dia tidak lagi memakai parfum yang berlebihan. Pipinya tembem dan matanya lebar. Menurutku dia imut-imut. Hehehe… ah, mungkin ini hanya perasaan sesaat. Nanti paling juga hilang.”
Lalu halaman selanjutnya semakin menarik.
26 september 2010
“Tadi pagi aku kebetulan sampai disekolah bareng sama Putri. Dari tempat parkir aku jalan bersama dia menuju ke kelas. Rasanya aneh banget. Mulutku rasanya berat untuk berkata-kata. Dadaku pun berdetak abnormal. Apakah ini yang namanya cinta? Ah, jangan memutuskan dulu. Bisa saja ini hanya perasaan sementara”
Aku semakin tertarik, kubaliklah halaman itu. Rupanya ada beberapa hari yang dia tidak menulis.
30 September 2010
“Tadi aku mencoba sms dia begini “Put, lagi ngapain?” dia membalas “Ini lagi duduk termenung didepan rumah melihat tanah yang basah karena hujan”. Entah kenapa aku tergerak untuk mengirim sms lagi “Dirumahmu juga hujan ya? Dirumahku baru saja hujan deras.”  Dia membalas lagi “Iya, tapi hanya gerimis” ah, aku semakn senang. Aku sms lagi “Udah maem siang? Aku mau maem dulu” tak lama dia membalas “Belum , sebentar lagi. Makasih ya dah ngingetin”. Ah, sial. Sepertinya aku semakin suka padanya”
5 Oktober 2010
“Seneng deh, tadi aku bisa ngobrol sama dia di teras kelas. Ya meskipun tidak berdua, tapi dia sering menatapku. Sering tatapan kami beradu namun aku segera memalingkannya. Aku masih takut untuk menatapnya. Jantungku berdenyut hebat. Tatapannya tajam sekali, apakah dia juga suka kepadaku? Ah, senangnya jika memang benar.”
10 Oktober 2010
“wah, tanggalnya bagus. Apa aku ngomong perasaanku ini ke dia hari ini ya? Ah, enggak ah. Nanti kalau ditolak bagaimana? Aku belum siap. Aku dekati dulu saja. Apalagi aku juga belum tau apakah dia benar-benar gadis yang aku harapkan. Aku juga belum tau apa dia sudah punya pacar. Nanti saja.”
16 Oktober 2010
“Kali ini aku semakin mengerti bagaimana Putri itu. Dia adalah gadis yang bersemangat, memiliki ketelitian tinggi dan lumayan cerdas. Dia belum pernah pacaran sama sekali. Dan sampai sekarang pun dia juga belum memiliki pacar. Wah, ini sungguh pas. Ini dia, sudah ketemu, tinggal dikejar”


21 Oktober 2010
“Sungguh hari yang indah, aku tadi bisa bercanda dengannya. Ya meskipun  agak berlebihan. Tak apa lah. Dia juga tidak marah saat kubalas mengusapkan penghapus papan tulis ke pipi tembemnya. Sebenarnya agak takut saat mau melakukannya. Tapi akhirnya kulakukan juga. Hehehe, berdebar sekali saat itu. Tapi yang paling berkesan adalah ketika aku membantunya memasangkan kembali kaca helmnya yang lepas. Sungguh hari yang indah.”
23 Oktober 2010
“Dia begitu cantik hari ini, untuk pertama kalinya dia menggunakan kerudung yang berbeda. Tadi dia memakai kerudung segitiga dengan kombinasi kasah topi. Semakin cantik saja dia menurutku. Kombinasi itu memang kombinasi yang paling aku suka dari cewek yang lagi berkerudung. Sungguh, kau cantik sekali hari ini put. Ingin kukatakan langsung padamu, tapi aku masih belum berani.”
“Tok tok tok tok, permisi” tiba-tiba seorang berbaju putih masuk. Ya, dia adalah suster yag rutin memeriksa Saiful. Umurnya sekitar 23 tahun. Masih terlihat cantik.
“Iya, silahkan” aku menatapnya sebentar kemudian kembali membaca buku harian yang sedang berada di tangannku. Sementara suster itu sedang memeriksa sahabatku yang sedang tergolek tak berdaya.
28 Oktober 2010
“Hari ini dia tidak masuk tanpa keterangan. Meskipun dia bukan siapa-siapaku, rasanya aku seperti khawatir dengannya. Aku seolah takut terjadi apa-apa dengannya. Pulang sekolah aku sms dia, namun tidak juga membalas. Aku semakin gelisah saja. Namun aku kembali lega setelah malam ini tadi dia membalas pesan singkatku siang tadi. Katanya dia tadi tidak masuk karena sakit perut mendadak ketika akan berangkat sekolah. Syukurlah kalau begitu”
29 Oktober 2010
“Dia tadi kembali masuk sekolah. Senang sekali bisa menjadi yang pertama menyambutnya di parkiran sepeda motor. Dengan rambut yang sedikit kujambulkan, dan dengan senyum manisku aku menyapa namanya dengan segala ketulusan. Dan untuk kali kedua aku berjalan disampingnya menuju ke kelas”
“Permisi mas” Suster itu tiba-tiba memecah konsentrasiku. Aku menatapnya sejenak tapi dia sudah berlalu keluar ruangan. Kupalingkan pandangan keSaiful, dia belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Lalu aku kembali membaca. Kali ini aku langsung melompati beberapa lembar.
11 November 2010
“Aku tadi meletakkan sebatang coklat di bawah stang motor beat merahnya. Kuhias dengan pita ungu dan kuberi kartu ucapan yang sengaja tidak aku tulisi. Aku berharap dia senang dengan coklat itu. Semoga dia tidak tau kalau aku yang memberikan coklat itu”
22 November 2010
“Malam ini tadi sungguh mendebarkan. Kami sekelas pulang larut malam karena persiapan menyambut ulang tahun sekolah. Tidak terpikir apa-apa sebelumnya. Saat akan tiba-tiba seperti ada bohlam ide 100 watt menyala diatas kepalaku. Aku menawarkan diri kepadanya untuk menemaninya pulang. Dia tidak menolak. Ah senangnya. Kali ini aku tidak menemaninya hanya sampai di perempatan, tapi sampai didepan rumahnya yang jaraknya sekitar 6 km dari perempatan itu. Sungguh tidak dapat digambarkan.”
Aku tersenyum sendiri membaca yang satu ini, lalu aku lompati 2 halaman selanjutnya.
29 November 2010
“Aku semakin jatuh cinta kepadanya. Bagaimana tidak, ternyata dia juga punya warna favorit sama sepertiku, biru. Sepertinya aku merasa semakin tertarik kepadanya. Ya, aku harus segara mengatakan perasaanku, tapi kapan?”
Wajahku sedikit mengerut ketika membaca halaman yang satu ini.
02 Desember 2011
“Sepertinya dia mulai tau kalau aku menyukainya. Dia menjadi agak dingin kepadaku meskipun tidak mengurangi keakraban diantara aku dan dia. Apa yang terjadi? Apakah dia tidak suka kalau aku yang menaruh perasaan kepadanya. Semoga saja tidak.”
Tinggal 2 tulisan terakhir dengan tanggal berbeda. Aku berguman “Mungkin disini ada petunjuk mengenai apa yang terjadi kepada sahabatku itu”. Kubuka tulisan kedua terakhir.
12 Desember 2010
“Hari ini aku benar-benar nekat. Kuberanikan diriku untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya. Kuberanikan diri menunggunya di parkiran sepeda motor. Aku bawa sekuntum bunga mawar berwarna putih dan diberi pita berwarna biru. Hatiku berdebar ketika aku melihatnya mendekat dari kejauhan. Dengan bunga yang kusembunyikan dibalik tubuhku, aku mulai gelisah. Saat dia sampai dihadapanku, dia bertanya bingung “ada apa kok kamu disisni?”. Tanpa basa-basi langsung kusodorkan bunga itu sambil mengatakan “Put, jujur aku suka kamu.” Hanya itu saja yang bisa aku ucapkan. Lalu aku pergi.
Malam ini aku merasa tidak enak badan. Sepertinya dadaku menjadi sesak. Badanku menjadi panas.”
Aku semakin mengernyitkan dahi ketika membuka halaman terakhir. Terdapat bercak noda seperti tetes air yang mengering serta noda coklat agak kemerahan yang juga mengering. Aku hanya bisa menebak apa itu. Mungkin rumahnya bocor dan air hujan mengenai bukunya. Tapi ini masih musim kemarau, lalu bercak coklat kemerahan ini apa? Aku terhenyak, “Jangan-jangan ini air mata dan darah”. Langsung saja kubaca tulisannya untuk mencari tahu apa yang terjadi.

13 Desember 2010
“Hari ini sikapnya benar-benar dingin. Dia tidak mennyapaku seperti biasanya. Dia tidak lagi mau mendekat kepadaku. Akupun juga tidak berani menyapanya. Aku sungguh sedih, juga menyesal akan apa yang terjadi. Sepulang sekolah baru saja…
“Tok tok tok, permisi”, aku kaget dengan suara itu karena saking konsentrasinya membaca akhir dari buku ini. Ternyata ibu sahabatku telah kembali.
“Oh tante, sudah kembali rupanya” sapaku kepadanya. Dia hanya tersenyum kemudian duduk disamping tempat tidur Saiful. Akupun melanjutkan membaca.
… dia mengirimkan sebuah pesan singkat kepadaku. “Maaf, bukannya aku bermaksud sombong. Tapi aku hanyalah menganggapmu sebagai teman. Tidak lebih.” Aku tidak mampu membalas pesan ini “
Aku sedikit terharu dengan tulisannya yang terakhir. Lalu aku bertanya kepada Ibunya.
“Tante, kenapa tante memberikan buku ini kepadaku sekarang? Padahal dia belum meninggalkan kita” tanyaku sambil menatapnya.
“Kata dokter, harapan hidupnya tak lebih dari 10%. Jantungnya bocor di dua bagian.” Katanya sambil meneteskan air mata.
Akupun hanya bisa merenung…

Selasa, 17 Januari 2012

Ilmu

Gan, sist, kemaren agak lama ane dapet petuah dari bapak ustadz ane. Katanya  begini. "Amalkanlah ilmu yang telah didapatkan, minimal 1/3 dari semua yang telah diketahui". Sekarang kita tinggal introspeksi diri aja, apakah amal kita telah mencapai 1/3 dari semua ilmu yang telah didapat? Tapi disini yang saya belum terlalu bisa menalar adalha, apakah itu khusus ilmu agama atau juga termasuk ilmu keduniawian. Mohon komeng,,,, :D